Pages

Selasa, 14 April 2009

WANITA ANTARA HARAPAN DAN TUJUAN (Kartini Masa Kini)

  1. Dalam sejarah manusia, perempuan adalah bagian dari pihak yang seringkali mengalami sejarah ‘hitam’. Bahkan dalam sejarah teologis, cikal bakal hidupnya manusia di bumi dianggap karena kesalahan perempuan, dalam hal ini adalah Hawa yang membujuk Adam untuk melanggar perintah Tuhan; memakan buah larangan (khuldi).
    Sejarah pun mencatat bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan di berbagai belahan dunia, baik dari pra-Islam maupun masa Islam datang hingga sekarang, pihak laki-laki selalu berada dalam posisi dominan. Padahal kaum perempuan juga pernah mengukir sejarah, misalnya Maryam ibu Isa al-Masih yang kita ketahui seorang perempuan saleh tanpa suami yang diberi ilham oleh Allah. Juga Siti Aisyah yang oleh Nabi disebut sebagai gudangnya ilmu, pernah menjadi pemimpin perang dalam perang Jamal. Kedua contoh ini hanya sebagian kecil dari bukti-bukti sejarah adanya peran publik wanita dalam tradisi Islam. Gerakan yang mengangkat isu kesetaraan laki-laki dan perempuan yang dalam wacana saat ini lebih dikenal dengan istilah kesetaraan gender berusaha meyakinkan publik bahwa wanita juga punya potensi dan kemampuan yang sama dengan kaum pria dalam segala bidang bahkan dewasa ini (menjelang pemilu) kaum wanita tidak mau ketinggalan bahkan merasa tertinggal dari rival abadi kaum Adam.
    Sementara itu, dewasa ini wacana yang berkembang tentang hubungan laki-laki dan perempuan lebih merupakan sebuah kategori sosiologis. Gender menurut kategori ini adalah suatu konsep yang menunjuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan dan dilihat dari perbedaan biologis akan tetapi dari segi lingkungan sosial, politik, dan ekonomi.
    Menurut Qosim Amin dalam bukunya yang berjudul Sejarah Penindasan Perempuan, dikatakan bahwa perempuan di awal periode sejarah sesungguhnya telah memberi pengaruh pada komunitasnya. Mereka bisa berpartisipasi dengan laki-laki dalam mempertahankan sukunya. Namun, ketika manusia berubah dari masyarakat yang nomaden (berpindah-pindah) menjadi masyarakat yang bercocok tanam dan menetap, sebuah komunitas permanen tersebut kemudian akhirnya melahirkan sebuah institusi keluarga.
    Ketika manusia mulai menetap, isu perempuan dalam keluarga adalah isu yang pertama kali muncul. Disusul kemudian perdebatan mengenai posisi mereka di dalam ikatan perkawinan, baik perkawinan monogami maupun poligami. Perdebatan mengenai hak perempuan dengan pembatasan selir atau poligami adalah perdebatan yang bahkan telah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw..
    Namun, seiring dengan “tergantikannya” peran sentral al-Quran dengan tafsir-tafsir yang nyaris semuanya ditulis laki-laki, perempuan terus terkekang dalam pandangan dan kehendak masyarakat yang berpusat pada laki-laki. Akibatnya, tingkat partisipasi dalam masyarakat dan tingkat pengakuan akan pentingnya sumberdaya perempuan tak kunjung meningkat.
    Jika diamati, kebanyakan tuntutan yang diajukan kaum perempuan berkaitan dengan hak pendidikan, memperoleh pekerjaan, tanah kekayaan dan perlindungan hukum. Karena memang pada saat ini, perempuan membutuhkan hak-hak yang resmi dalam memperoleh pilihan-pilihan rasional yang bebas dan bermanfaat. Ide kesetaraan laki-laki dan perempuan sesungguhnya telah ada dalam sistem etika Islam, hingga perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak-haknya masih terus berlangsung. Garis isu yang didengungkan pun nampaknya tidak pernah berubah jauh dengan isu yang muncul sekarang ini.
    Sebagaimana yang kita ketahui bahwa misi Islam yang paling besar adalah pembebasan. Pembebasan manusia dari kungkungan dunia pada konteks kondisi sosial, politik, ekonomi. Semua itu telah menciptakan sistem-sistem yang merantai atau membelenggu manusia baik itu berupa sistem sosial, ekonomi dan yang lainnya.
    Maka dari itu agama Islam hadir untuk menyelamatkan, membela serta menghidupkan keadilan dalam bentuknya yang paling konkret; membebaskan manusia dari kondisi-kondisi ketidakadilan.
    Dalam bukunya Cara Quran Membebaskan Perempuan, Asma Barlas mengajak kita membaca kembali al-Quran dengan semangat pembebasan. Ia menjelaskan bahwa meskipun berbeda secara biologis, laki-laki dan perempuan itu setara, bahkan sama pada tataran ontologism (watak). Kapasitas keduanya sebagai agen moral (moral agency) dan tugas kemanusiaan pun tidak berbeda.
    Perempuan dan laki-laki hanyalah kategori spesies manusia. Keduanya dikaruniai potensi yang sama atau sederajat, dari ihwal penciptaan, keberpasangan, hingga balasan yang kelak mereka terima di akhirat. Satu-satunya nilai pembeda di antara keduanya adalah takwa, yang paling tepat dipahami dalam kerangka sikap dan perbuatan. Itulah yang ditegaskan al-Quran, rujukan dari segala rujukan keislaman.

1 komentar:

Muhammad Jumani mengatakan...

tambahkan cbox atau media buat komunikasi mas di blognya biar pengunjung enak ngasi komentar!
salam kenal silahkan mampir balik

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com